Kamis, 21 Agustus 2014

sepi dan hening

Kesedihan yang mendalam lambat laun membunuh waktuku, menenggelamkanku dalam kesendirian, keheningan, keterpurukan dan airmata. Ingin bercerita, tapi kepada siapa? Aku tak punya siapa-siapa lagi yang bisa ku percaya selain Sang Maha Agung. Rasanya begitu sulit untuk percaya lagi, sulit untuk memulai lagi, sulit untuk bangkit berdiri lagi. Bukannya aku tak mau, tapi bathin tetap merintih. Sakit di raga tak apa dan tak sebanding dengan sakit bathin, merintih kesakitan. Who Care? ya, cuma Sang Maha yang pedulikanku. Aku harus bisa tertawa heboh di kala hati teriris pedih, bathin menjerit. Menangis terisak sendiri tanpa yang lain tau lalu tersenyum sambil berkata "ya aku tak apa" padahal di dalam hati dan bathin penuh luka. Pada akhirnya hanya diri sendiri yang mampu untuk di andalkan, dan kesepian serta hening yang setia menemaniku. Ahh mungkin aku memang di takdirkan untuk diam dan berteman dengan hening kesendirian. Dalam hening dan kesendirian mungkin lebih baik karena aku takkan merasakan luka dan sakit. Hening dan sepi sahabat terbaikku yang merawatku dalam perih dan luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar