Diluar rintik hujan turun membasahi bumi, bau tanah yang tersiram air hujan yang selalu ku sukai dan ku rindukan mulai tercium oleh penciumanku. Hujan yang semakin deras membawa lamunanku terbang jauh melayang, pikiranku jauh menerawang ke awan. Hmmm rupanya aku bermain dengan khayalanku, ya.. Aku mulai merindukan sosok dia, dia yang selama 370 hari telah menjadi separuh dari kehidupanku, oh bukan separuh tapi jiwa dan mungkin nafasku. Aku memikirkannya sungguh, memikirkan sedang apa dia? Berada dan dengan siapa dia menghabiskan waktunya selain bergulat dengan pekerjaannya yang menyita seluruh waktunya dan aku iri dengan semua pekerjaan dia yang selalu bisa nemaninya lebih lama, ahh aku mulai konyol gara-gara rindu. Karena tak sepantasnya aku cemburu pada pekerjaannya, STUPID! Dia sedang memikirkan aku atau tidak? Apa dia ingat padaku di sela-sela kesibukannya yang begitu padat? Aku harus yakin kalau dia memang selalu mengingatku dan tak pernah sedikitpun melupakanku, iya tak pernah sedikitpun.
Terkadang kerinduan itu datang dan menyesakkan, rindu tapi tak bisa berbuat apa dan terkadang gengsi itu lebih tinggi dari egoku sendiri. Aku rindu tapi terlalu sangsi untuk sekedar memberitau dia kalau aku rindu. Aku gelisah, gelisah ketika rindu. Aku takut kalau rindu ini tak berbalas, dan lebih takutnya lagi kalau sampai kenyataannya ternyata dia merindukan sosok lain dan bukan diriku. Hancur rasanya dan mungkin egoku terluka.....
Rindu itu seperti virus flu, gak ada obatnya. Hanya ada pereda dan bisa kambuh setiap saat. Sekedar tertukar pesan, mendengar suaranya atau bahkan bertemu sekalipun tetap saja rindu. Bertemu mungkin menjadi pereda kerinduaan tapi setelah berpisah kembali tidak mustahil kalau ledakan rindu itu lebih dahsyat daripada sebelumnya..
Hey boy, you dont know i miss you so badly.
Mungkin kamu masih tidak tau lirih perih dalam rintik rindu ini. Selamat malam, kamu yang jauh disana dan mungkin terjebak dalam gerimis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar